Rumah Adat Kalimantan Selatan disebut dengan Rumah Bubungan Tinggi. Rumah ini merupakan jenis rumah tradisional tertua dan berada pada level tertinggi pada rumah-rumah adat Suku Banjar. Sebagaimana disebutkan sebelumnya, Rumah Adat Kalimantan Selatan bernama Rumah Bubungan Tinggi. Dinamakan demikian, karena bagian atap rumah ini berbentuk atap pelana yang membumbung tinggi dengan sudut kemiringan mencapai 45 persen. Selain Rumah Bubungan Tinggi, rumah adat ini juga disebut dengan nama lain, yaitu Rumah Banjar atau Rumah Ba’anjung. Disebut Rumah Banjar lantaran rumah ini digunakan oleh masyarakat Suku Banjar yang menjadi penduduk mayoritas di Kalimantan Selatan. Sementara Rumah Ba’anjung merujuk pada bentuk bangunannya yang beranjung, yaitu sayap bangunan yang menjorok ke kanan dan kiri.
Rumah Bubungan Tinggi sudah digunakan oleh masyarakat Suku Banjar sejak abad ke-16 Masehi. Pembangunannya dimulai sejak masa Pangeran Samudera yang setelah masuk Islam bergelar Sultan Suriansyah Panembahan Batu Habang. Rumah Bubungan Tinggi ini awalnya dibangun dengan bentuk segi empat yang memanjang ke depan. Pada perkembangan berikutnya, terdapat tambahan bangunan yang menjulang ke samping dengan lebar dan panjang yang sama antara sisi kanan dan sisi kiri. Memasuki tahun 1850, tepatnya di Keraton Martapura, terdapat bangunan tambahan yang disebut Palimanan atau tempat penyimpanan harta kesultanan. Pada masa kejayaan Kerajaan Banjar, Rumah Bubungan Tinggi ini diperuntukkan bagi bangsawan dan masyarakat kelas atas. Rumah Bubungan Tinggi memiliki banyak penyekat, yang masing-masing memiliki nama dan fungsi tersendiri.